Oleh: Nanda Sulistiyo
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha
sadar untuk mempengaruhi peserta didik agar mampu mengembangkan dan
mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki agar mampu menjalani hidup
dengan sebaik-baiknya. Potensi yang ada dalam diri setiap peserta didik ada
yang bersifat positif maupun negative. Potensi mana yang akan berkembang
tergantung dari stimulus atau lingkungan yang mempengaruhinya. Oleh sebab itu
diciptakanlah suatu lingkungan yang memungkinkan untuk menstimulus
potensi-potensi positif yang dimiliki peserta didik agar dapat berkembang dan
teraktualisasi dalam tingkah laku yang positif, baik dalam aspek kognitif,
afektif, maupun psikomotorik dalam bentuk pendidikan. Hal ini sejalan dengan
pengertian pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat , bangsa dan negara.
Seiring
berjalannya waktu, kemajuan zaman dan arus globalisasi yang membuat perubahan
gaya hidup, mengantarkan anak-anak dan orang tua kurang mengetahui
peristiwa-peristiwa masa lampau yang penting dan bermakna. Sebagai contoh,
banyak anak-anak yang tidak mengenal permainan tradisional daerah tempat
tinggalnya. Tidakkah akan terjadi anak-anak akan lebih mengenal nilai-nilai
luar yang datang, daripada nilai-nilai yang telah dimiliki. Apalagi mungkin
dikemudian hari nilai-nilai yang datang tersebut tidak sesuai atau malah
bertentangan dengan nilai-nilai luhur budaya dan keyakinan sendiri.
Jika digali lebih dalam,
ternyata makna di balik nilai-nilai permainan tradisional mengandung
pesan-pesan moral dengan muatan kearifan lokal (local wisdom) yang luhur
dan sangat sayang jika generasi sekarang kurang peduli karena minimya bahan
bacaan atau metode praktis untuk mengajarkan nilai-nilai yang diangkat dari
khasanah keanekaragaman suku-suku bangsa di Indonesia. Sekalipun berbeda bahasa
dan dipisahkan oleh letak geografis, ternyata hampir sebagian pandangan hidup
suku bangsa di Indonesia mengutamakan nilai-nilai gotong royong, tenggang rasa,
kesetiakawanan dan senasib sepenanggungan. Tetapi yang menarik perhatian
ternyata nilai-nilai budaya yang ditanamkan dari contoh suku-suku yang bertikai
seperti meletusnya kerusuhan antar etnik di di lima wilayah, yakni : Sambas
(Kalimantan Barat), Sampit (Kalimantan Tengah), Poso (Sulawesi Tengah), Ambon
(Maluku), dan Ternate (Maluku Utara) pada tahun 2001, ternyata semuanya
menanamkan nilai-nilai yang sama seperti yang disebutkan di atas. Salah satu
contoh tradisi Pela Gandong di Ambon, Maluku, yang memiliki nilai cinta
persaudaraan dan perdamaian. (sumber : Direktorat Jendral Pendidikan &
Kebudayaan).
Nilai-nilai
budaya lokal terdapat pada berbagai fenomena budaya masyarakat. Salah satunya
ada pada permainan tradisional anak. Permainan tradisional memiliki arti
tersendiri dalam menanamkan sikap, perilaku, dan keterampilan pada anak. Ada
makna yang luhur yang terkandung di dalamnya, seperti nilai agama, nilai
edukatif, norma, dan etika yang kesemuannya itu akan bermanfaat dalam kehidupan
bermasyarakat kelak.
Beragam
permainan tradisional mengarahkan anak menjadi kuat secara fisik maupun mental,
sosial dan emosi, tak mudah menyerah, bereksplorasi, bereksperimen, dan
menumbuhkan jiwa kepemimpinan. Di dalam permainan tradisional yang dilakukan
oleh anak, semua kegiatan menjadi bagian penting dan strategis yang akan
membangun seluruh potensi yang dimiliki anak secara menyeluruh. Oleh karena
kandungan dan manfaat permainan tradisional inilah, aspek kognitif dan afektif anak-anak dapat terbentuk.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bermain dan Anak
Sebelum kita membahas lebih
jauh tentang bermain dan anak ini, kita akan menelaah dan membedakan
istilah-istilah yang akan muncul dalam pembahasan ini seperti bermain (play),
mainan (toys), dan permainan (games). Beberapa ahli
mendefinisikan makna bermain sebagai
pengalaman langsung yang efektif dilakukan anak dengan atau tanpa alat, (Olson,
Bruner, Heinich et al, 1996). Bermain merupakan kegiatan spontan, tanpa beban,
dan tanpa aturan yang mengikat. Ketika bermain anak bereksplorasi, menemukan
sendiri hal yang sangat membanggakannya. Hal ini menjadi sarana yang sangat baik
bagi anak untuk mengembangkan diri, baik perkembangan emosi, sosial, fisik
maupun intelektualnya. (Dockett, 1996) . Menurut Piaget dan Smilanky (1968),
ketika bermain, anak akan berinteraksi secara fisik dengan lingkungan mereka
dan mengaktifkan semua panca inderanya. Melalui indera ini, anak belajar
berbagai hal.
Sedangkan yang dimaksud mainan (toys) adalah semua alat
permainan yang digunakan oleh anak untuk memenuhi naluri bermainnya. Alat
permainan atau mainan berfungsi untuk mengenal lingkungan dan membimbing anak
untuk mengenali kekuatan maupun kelemahan dirinya. Terdapat juga alat bermain
untuk tujuan pendidikan, yang biasa disebut APE (alat permainan edukatif).
Biasanya alat-alat ini bersifat multiguna sekalipun masing-masing memiliki
kekhususan dalam mengembangkan aspek perkembangan anak. Alat-bermain ini
dirancang khusus sehingga memiliki nilai dan nuansa pembentukan konsep pola
pikir anak dan bermanfaat membantu tumbuh kembang potensi anak secara optimal.
Sementara permainan atau yang lebih populer
disebut games, adalah situasi bermain yang terkait
dengan beberapa aturan atau tujuan tertentu. Ada rule of games yang
disepakati bersama dan ditentukan dari luar untuk melakukan kegiatan dalam
tindakan yang bertujuan. (Bettelheim, dalam Hurlock, 1978). Mayke S.
Tedjasaputra (2001), mengelompokan permainan ini dalam kelompok kegiatan bermain aktif, dimana kegiatan ini
memberikan kesenangan dan kepuasan pada anak melalui aktivitas yang mereka
lakukan sendiri. Kegiatan
ini banyak melibatkan aktifitas tubuh atau gerak-gerakan tubuh.
Batasan mengenai bermain
sangat luas dan sulit untuk menemukan pengertian bermain secara nyata dan tepat
dalam arti satu batasan dapat mencakup seluruh pengertian bermain. Sehingga
perlu melihat beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai batasan bermain
walaupun belum satu bahasa tetapi dapat sebagai acuan untuk memberi pengertian
bermain dalam pendidikan jasmani pada khususnya. Adapun pendapat para ahli
mengenai pengertian bermain adalah sebagai berikut: James Sully dalam Tedjasaputra
(2001) menyatakan bahwa tertawa adalah tanda dari kegiatan bermain dan tertawa
ada di dalam aktivitas sosial yang dilakukan bersama sekelompok teman, yang
penting dan perlu ada di dalam kegiatan bermain adalah rasa senang yang
ditandai oleh tertawa. Soemitro (1991) menyatakan bahwa bermain adalah belajar
menyesuikan diri dengan keadaan.
Sehingga Sukintaka (1998)
menyatakan bermain adalah aktivitas jasmani yang dilakukan dengan sukarela dan bersungguh-sungguh
untuk memperoleh rasa senang dari melakukan aktivitas tersebut. Hurlock
(1978:320) menyatakan bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk
kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan
secara sukarela dan dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau
kewajiban. Sedang
Piaget dalam Hurlock (1978) menjelaskan bahwa bermain
terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional. Sedang
Drijarkara dalam Sukintaka (1998) menyatakan bahwa bermain adalah gejala manusia
yang merupakan aktivitas dinamika manusia yang dibudayakan. Selanjutnya
Drijarkara menyatakan bahwa dalam bermain bukan hanya merupakan aktivitas
jasmani saja tetapi juga menyangkut fantasi, logika, dan bahasa. Sehingga dalam
bermain dibutuhkan keterpaduan antara fisik dalam hal ini aktivitas jasmani dan
psikis yaitu logika, persepsi, asumsi, emosi, keberanian, kecerdasan dan
lain-lain. Menurut Drijarkara dalam bermain harus ada dua watak yaitu eros dan
agon. Eros dalam arti bahwa bermain hendaknya didasari rasa senang/cinta
terhadap komponen yang ada dalam bermain itu sendiri seperti teman bermain,
sarana dan prasarana bermain, waktu bermain, situasi bermain dan sebagainya.
Sedang agon berarti perjuangan untuk mengalahkan segala tantangan/kesulitan/hambatan atau permasalahan dalam
bermain.
Bermain tidak lepas dari gerak
sehingga gerak adalah kehidupan dan apabila gerak tersebut berhenti maka
kehidupannya pun akan berakhir. Dengan demikian sejalan dengan pendidikan
jasmani di Sekolah Dasar, yang dimana dijelaskan dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi (2004 : 6) sebagai berikut:
1.
Mengembangkan
sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerja sama, percaya diri dan
demokratis melalui akivitas jasmani.
2.
Mengembangkan
kemampuan gerak dan ketrampilan berbagai macam permainan dan olahraga.
3.
Mengembangkan
ketrampilan pengelolaan diri dalam upaya mengembangkan dan pemeliharaan
kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani.
Bermain dapat diartikan sebagai
suatu bentuk kegiatan yang sederhana dan menyenangkan. Bermain adalah kegiatan
yang paling disenangi oleh anak-anak. Biasanya bermain adalah penyaluran rasa
tertekan yang didapat anak dari rumah jadi sebaiknya bermain itu tertata dengan
baik sehingga dapat mempunyai manfaat yang banyak.
Kalau kita lihat bermain itu adalah
kegiatan yang digunakan oleh anak untuk meluaphan ekpresi, pelampiasan
ketegangan dan menirukan peran orang yang ia kagumi atau yang ia jadikan guru.
Jadi dengan kata lain bermain itu aktivitas yang penuh dengan nuansa keriangan
yang memilki tujuan yang melekat didalamnya untuk kegembiraan dan kesenangan.
Menurut Rusli Lutan (2001 : 31) yang memaparkan karakteristik ” bermain sebagai
akti vitas yang dilakukan seeara bebas dan sukarela”. Beimain itu sendiri pada
hakekatnya adalah suatu kesungguhan dan bersama itu pula kita melihat
kesanggupan yang menyerap kosentrasi dan tenaga mereka saat melakukan aktivitas
bermain itu sendiri. Jadi dengan demikian dapat kita ambil kesimpulan bahwa
bermain merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh
tetapi bermain bukan merupakan kesungguhan.
Ada berapa keuntungan yang diperoleh
dari aktifitas bermain itu bagi anak-anal diantaranya adalah :
1.
Menambah
ekstra energi,
2.
Mengoptimalkan
pertumbuhan seluruh bagian tubuh seperti tulang, otot, dan organ-organ lainnya,
3.
Dapat
meningkatkan nafsu makan anak tersebut,
4.
Berkembangnya
berbagai ketrampilan yang berguna bagi hidupnya,
5.
Anak
dapat mengontol diri,
6.
Raenemukan
arti benda-benda yang terdapat di sekelilingnya,
7.
Kesempatan
dapat menerima kemenangan dan kekalahan dengan sikap lapang dada,
8.
Kesempatan
untuk bergaul dengan teman-temannya,
9.
Merupakan
cara untuk mengatasi kemarahan, iri hati, kecewa dan kedukaan.
Selanjutnya
Hurlock (1978:323) menyatakan mengenai pengaruh bermain lam dunia anak bahwa
bermain mempunyai pengaruh dalam perkembangan anak, pengaruh tersebut antara
lain: dorongan berkomunikasi, penyaluran bagi energi emosional yang terpendam,
sumber belajar, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standard
moral.
1.
Dorongan Berkomunikasi
Melalui aktivitas bermain mendorong anak untuk belajar
membangun komunikasi antara anak agar terjadi suatu bentuk aktivitas yang
mengalir dan menyenangkan dalam permainan tersebut. Komunikasi dalam bermain
adalah terjadinya persamaan pendapat mengenai suatu objek atau makna dalam
permainan tersebut. Bentuk komunikasi dalam bermain dapat komunikasi lisan,
tertulis maupun isyarat. Melelui bermain mempermudah anak untuk berkomunikasi
antar mereka hal ini terjadi karena adanya dorongan yang kuat untuk memahami
konsep bersama atau individu-individu. Sebagai contoh anak-anak dari berbagai
sudut daerah berkumpul di tempat mungkin di rumah kakeknya atau taman bermain,
anak-anak tersebut hanya mengetahui bahasa ibu masing-masing tetapi melalui bermain
kelereng atau jenis lainnya mereka mampu memahami peraturan bermain melalui
komunikasi yang mereka bangun. Hal ini menunjukkan bahwa melalui bermain anak
belajar kmunikasi yang pada akhirnya mampu berkomunikasi melalui aktivitas
bermain tersebut.
2.
Penyaluran bagi Energi Emosional yang Terpendam
Bermain merupakan media penyaluran
ketegangan-ketegangan ataupun energi potensial yang disebabkan oleh pembatasan
lingkungan terhadap perilaku hidup mereka. Melalui bermain energi yang
tersimpan atau emosi anak akan dapat dikeluarkan dengan lancar tanpa mengalami
hambatan apapun, anak dalam bermain akan mengeluarkan apa saja yang menjadi
tekanan/hambatan dengan bebas seperi berteriak keras-keras di lapangan,
menendang bola sekuat tenaga, atau memukul bola dengan sekeras-kerasnya,
sehingga memudahkan untuk membuat keseimbangan psikis yangs dapat mengembalikan
berperilaku anak normal kembali. Selain itu melalui aktivitas bermain tersebut
membawa anak mampu untuk melatih dan mengelola emosi yang pasti timbul dalam kegiatan
bermain.
3.
Sumber Belajar
Bermain memberi kesempatan secara luas pada anak untuk
mempelajari berbagai bidang yang tidak diperoleh melalui belajar di sekolah,
keluarga dan masyarakat. Melaui bermain anak akan memperoleh pengalaman
langsung dari berbagai bidang dalam hal kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Pengalaman langsung dalam domain kognitif melalui bermain tebak-menebak,
teka-teki, video games/play station, ular tangga, permainan dengan menggunakan
peraturan sederhana maupun baku. Melalui bermain tersebut anak akan bertambah
pengetahuan dan pemahaman suatu objek serta pengambilan keputusan yang cepat
dan tepat dalam arti kecerdasan praktis. Pengalaman langsung pada domain
afektif dalam aktivitas bermain yaitu pada saat anakanak mampu menaati/melaksanakan
peraturan yang mereka sepakati atau peraturan permainan yang baku dengan
sukarela, jujur dalam bertindak, fair play, mampu bekerja sama, dan
berperilaku baik. Sedang pengalaman langsung dalam domain psikomotor adalah
pada saat anak-anak aktif melakukan kegiatan dalam permainan tersebut seperti
berlari, melempar, menangkap, menendang, memukul, berguling, melompat,
meloncat, merayap, memutar, menyelam, mengapung, berenang, bergoyang,
mendorong, menarik, bertepuk tangan, dan sebagainya dengan berbagai variasi
geraknya.
4.
Perkembangan Wawasan Diri
Bermain merupakan cermin dalam kehidupan anak-anak.
Melalui bermain anak mampu melihat dirinya sendiri karena ada tolok ukur atau
pembanding yaitu teman atau lawan bermainnya, sehingga mereka mengetahui kelebihan
dan kekurangannya dalam berbagai bidang seperti fisik, psikis, dan sosial.
Melalui bermain anak-anak mengetahui tingkat kemampuannya. Misalnya si A lebih
cepat dalam berlari dari pada si B, atau si C lebih pandai dari pada si B, dan
si B lebih kuat dari pada si A, dan sebagainya. Hal ini memungkinkan anak-anak
tersebut untuk mengembangkan konsep dirinya dengan lebih pasti dan nyata.
5.
Belajar Bermasyarakat
Bermain juga dapat diartikan pusat kegiatan
“masyarakat” bagi anak-anak. Dalam kehidupan bermsyarakat dipastikan ada
komunikasi, hubungan sosial, nilai kerjasama, saling menolong, ada
aturan yang harus ditaati, ada tujuan bersama yang ingin dicapai, saling menghormati,
saling percaya, ada rasa senang, cinta, kebersamaan, kerukunan, dan kedamaian.
Melalui aktivitas bermain anak akan belajar bermasyarakat dengan cara
berkomunikasi dengan orang lain, belajar menghormati, mempercayai,
belajar menaati aturan, kebersamaan dan kerjasama. Jika anak-anak sudah
terbiasa dengan menaati aturan, kerjasama, saling menolong dan
berkomunikasi dengan orang lain dalam setiap kesempatan bermain maka dapat
diduga kebiasaan ini akan dibawa dalam kehidupan yang akan datang sehingga
hidup bermsyarakat yang sesungguhnya dapat terwujud.
6.
Standard Moral
Bermain juga dapat sebagai standard moral yang berarti
melalui bermain dapat dilihat baik buruknya sikap atau tingkah laku anak pada
saat bermain. Dalam aktivitas bermain anakanak bebas mengekspresikan segala
kemampuan yang dimilikinya secara bebas dalam hal sikap, tingkah laku maupun
tutur kata, sehingga anak yang mempunyai kebiasan bertingkahlaku baik atau
buruk akan tampak dalam kegiatan bermain tersebut. Selain itu anak-anak pasti
sudah belajar di keluarga maupun di sekolah mengenai hal yang baik dan buruk
serta penerapannya, tetapi pelaksanaan standard moral paling teguh ada dalam
aktivitas bermain.
7.
Perkembangan
Aspek Fisik Motorik Anak Melalui Bermain
Pada
saat anak bermain, fisik motorik anak melakukan kegiatan yang dapat merangsang
perkembangan motorik halus dan motorik kasar. Anak juga mendapatkan sistem
keseimbangan, misalnya pada saat anak melompat, atau berayun. Anak juga
berkesempatan untuk melihat dari jarak jauh yang melibatkan koordinasi tangan
dan mata. Bermain juga membuat anak merasa percaya diri, aman, yakin secara
fisik.
8.
Perkembangan
Aspek Kognitif Anak Melalui Bermain
Bermain
adalah media penting dalam proses berfikir dalam memberikan pengalaman
berinteraksi dengan lingkungan. Anak akan terlatih menghadapi dan menciptakan
situasi yang nyata melalui percobaan dan perencanaan. Pada saat anak membuat
aturan bersama dengan temannya, maka pada saat itulah anak membangun pikiran
abstraknya, sehingga anak akan mendapatkan ide-ide yang lebih kreativ. Dengan
pengalaman pada saat bermain, anak juga akan membangun daya ingat mereka secara
tajam. Hal ini pula akan mendorong terhadap perkembangan bahasa untul
selanjutnya.
9.
Perkembangan
Aspek Bahasa Anak Melalui Bermain
Anak
memperoleh bahasa dengan berbagai cara yaitu dengan meniru, menyimak,
mengekspresikan, dan juga melalui bermain. Pada saat bermain, anak menggunakan
bahasanya dan mengkomunikasikan bahasanya secara efektif dengan orang lain.
Anak akan menggunakan bahasanya untuk berkomunikasi dengan temannya ataupun
sekedar menyatakan pikirannya, dan secara langsung pada saat itulah anak akan
belajar bahasa. Interaksi anak dengan
lingkungan sekitar pada saat bermain, membantu anak memperluas kosa kata dan
memperoleh tata bahasa dalam penggunaannya secara tepat.
10.
Perkembangan
Aspek Sosial Anak Melalui Bermain
Kegiatan
sosialisasi anak ketika bermain, anak akan berinterksi dengan orang lain, baik
teman sebaya, orang dewasa, atau lingkungan. Pada saat itulah anak
berkesempatan mengenal aturan sosial dan mempraktekkannya dalam interaksinya.
Hal ini akan mendorong anak belajar menghadapi perasaan-perasaan dan perilaku
teman mainnya. Mereka akan belajar berunding, menyelesaikan konflik, dan bahkan
berkompetisi. Intinya, pada saat mereka bermain, mereka akan belajar hidup
berdampingan dengan orang lain, dan mendorong munculnya persahabatan dengan
teman sebaya.
11.
Perkembangan
Aspek Emosional Anak Melalui Bermain
Bermain
merupakan media ekspresi persaan dan ide-ide anak. Anak akan belajar menghadapi
kehidupan nyata, dan mengatur emosi perasaanya pada saat bermain. Hal ini akan
mendorong anak untuk memahami diri sendiri (self awareness).
B. Permainan
tradisional
Traditional
game is a game that is passed to one generation to another in a particular
culture. one game should undergo the test of time and its generation. One that
survives will be passed for a long tim (Seagoe,1971
in Hurlock, 1978: 322). Permainan tradisional
Indonesia adalah permainan masyarakat yang dimainkan secara bersama-sama oleh
masyarakat setempat yang berfungsi sebagai alat hiburan dan alat untuk
memelihara tradisi. Permainan
tradisional adalah bentuk kegiatan permainan dan atau olahraga yang berkembang
dari suatu kebiasaan masyarakat tertentu.
Pada perkembangan selanjutnya
permainan tradisional sering dijadikan sebagai jenis permainan yang memiliki
ciri kedaerahan asli serta disesuaikan dengan tradisi budaya setempat.
Kegiatannya dilakukan baik secara rutin maupun sekali-kali dengan maksud untuk
mencari hiburan dan mengisi waktu luang setelah terlepas dari aktivitas rutin
seperti bekerja mencari nafkah, sekolah, dsb. Dalam pelaksanaannya permainan
tradisional dapat memasukkan unsur-unsur permainan rakyat dan permainan anak ke
dalamnya. Bahkan mungkin juga dengan memasukkan kegiatan yang mengandung unsur
seni seperti yang lajim disebut sebagai seni tradisional
Permainan Tradisional merupakan kekayaan
budaya bangsa yang mempunyai nilai-nilai luhur untuk dapat diwariskan kepada
anak-anak sebagai generasi penerus. Permainan anak tradisional merupakan
permainan yang mengandung wisdom (Suseno, 1999), memberikan manfaat
untuk perkembangan anak (Iswinarti, 2005), merupakan kekayaan budaya bangsa
(Sedyawati, 1999), dan refleksi budaya dan tumbuh kembang anak (Krisdyatmiko,
1999). Hasil kajian yang dilakukan oleh peneliti (Iswinarti, Simposium
Nasional, 2005) bahwa permainan anak tradisional mempunyai hubungan yang erat
dengan perkembangan intelektual, sosial, emosi, dan kepribadian anak.
Permainan tradisional anak-anak adalah salah satu genre
atau bentuk folklore yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan
diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta banyak
mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau ciri dari permainan tradisional anak sudah tua
usianya, tidak diketahui
asal-usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan kadang-kadang mengalami perubahan
nama atau bentuk meskipun dasarnya sama. Jika dilihat dari akar katanya,
permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu
peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak)
dengan tujuan mendapat kegembiraan (James Danandjaja, 1987) Sedangkan menurut
Atik Soepandi, Skar dan kawan-kawan (1985-1986), yang disebut permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik
yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud
tradisional ialah segala apa yang dituturkan atau diwariskan secara turun
temurun dari orang tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat atau
tidak, yang diwariskan
turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan
hati.
Permainan tradisional adalah salah satu wujud atau
bentuk kebudayaan. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian, nilai, norma, Ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religius, dan lain-lain, yang juga memuat segala pernyataan intelektual dan seni yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat. Sementara definisi budaya sendiri berasal dari akar
kata buddhaya, yang diambil dari bahasa Sansekerta, yang berdasarkan kata bud yang
kita kenal pula sebagai kata budi dalam bahasa Indonesia. Jadi budaya merupakan semua
aspek ungkapan ekspresif insane manusia yang diwujudkan pada alam sekitarnya. Hal ini
bisa secara fisik maupun mental. Kata budaya bisa berarti :
1.
Pikiran,
akal budi, konsep
2.
Adat
istiadat
3.
Segala
sesuatu ungkapan manusia
4.
Sesuatu
yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit diubah
5.
Manifestasi
tradisi seni, pakaian daerah, bahasa daerah
Wujud atau bentuk
kebudayaan sebagai pendukung nilai hidup/kehidupan itu paling sedikit ada tiga macam, yaitu: (a) Sebagai suatu
kompleks dari ide-ide, pemikiran-pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan
dan sebagainya yang semua
itu mencerminkan alam pikiran yang memancarkan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat pendukungnya; (b) Sebagai suatu kompleks
aktivitas/perilaku manusia dalam masyarakat yang sudah berpola, yang semua itu
menunjukkan adanya suatu nilai yang dipegangnya; (c) Benda-benda hasil karya manusia dari
suatu masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan kebudayaan Indonesia secara sempit dapat
didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal yang telah ada sebelum terbentuknya nation
Indonesia pada tahun 1945. Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan
beraneka ragam suku-suku di Indonesia adalah merupakan bagian integral daripada
kebudayaan Indonesia.
Permainan tradisional
ini bisa dikategorikan dalam tiga golongan, permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif)
dan permainan yang bersifat eduktif. Permainan tradisional yang
bersifat rekreatif pada
umumnya dilakukan untuk mengisi waktu senggang. Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki ciri-ciri
: terorganisir,
bersifat kompetitif, dimainkan oleh paling sedikit 2 orang, mempunyai criteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah,
serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh pesertanya. Sedangkan permainan tradisional yang bersifat edukatif, terdapat unsur-unsur pendidikan di dalamnya. Melalui
permainan seperti ini anakanak diperkenalkan dengan berbagai macam keterampilan dan
kecakapan yang nantinya akan mereka perlukan dalam menghadapi kehidupan
sebagai anggota masyarakat. Inilah salah satu bentuk pendidikan yang bersifat non-formal
di dalam masyarakat. Permainan-permainan jenis ini menjadi alat sosialisasi untuk anak-anak
agar mereka dapat menyesuaikan
diri sebagai anggota kelompok sosialnya.Dari data-data yang berhasil dihimpun
dari Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, di tiap daerah
(wilayah propinsi & kabupaten), terdapat 20 hingga 30 jenis permainan tradisional yang
berhasil terdata salah satu contoh permainan tradisional adalah gobak sodor.
Gobak sodor merupakan salah satu jenis permainan rakyat yang
sangat populer di kalangan masyarakat jawa. Kata gobak sodor berasal dari kata
gobak yang berarti bergerak dengan bebas dan sodor yang berarti tombak tanpa
mata tombak tajam. Sodor yang dimaksud dalam permainan ini adalah penjaga garis
sumbu atau garis sodor yang membagi lapangan atau arena permainan menjadi dua.
Sedang garis sodor merupakan lalu lintas si sodor untuk mempersempit ruang
gerak para pemain yang sedang mentas sehingga mudah menyentuhnya. Lawan yang
sudah tersentuh oleh sodor dianggap mati. Karena permainan gobak sodor
merupakan permainan kelompok, maka apabila mati satu berarti mati semua karena
tidak ada sistem menggantikan.
Permainan gobag sodor adalah sebuah
permainan grup yang terdiri dari dua grup. Cara melakukan permainan ini yaitu
dengan membuat garis-garis penjagaan dengan kapur berbentuk kotak-kotak. Gobag
sodor terdiri dari dua tim, satu tim terdiri dari tiga orang atau lebih. Aturan
mainnya adalah mencegah lawan agar tidak bisa lolos ke baris terakhir secara
bolak-balik. Untuk menentukan siapa yang juara adalah seluruh anggota tim harus
secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah
ditentukan. Anggota tim yang mendapat giliran “jaga” akan menjaga lapangan,
caranya yang dijaga adalah garis horisontal dan ada juga yang menjaga garis
batas vertikal. Untuk penjaga garis horisontal tugasnya adalah berusaha untuk
menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang
sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi seorang yang mendapatkan tugas
untuk menjaga garis batas vertikal maka tugasnya adalah menjaga keseluruhan
garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. (www.
permata-nusantara.blogspot.com).
C.
Peran
Permainan Tradisional
Permainan Tradisional
yang ada di berbagai belahan nusantara ini dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti :
1.
Aspek
motorik,Melatih daya
tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, motorik halus.
2.
Aspek
kognitif, Mengembangkan imaginasi,
kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif, pemahaman kontekstual.
3.
Aspek
emosi, Katarsis
emosional, mengasah empati, pengendalian diri
4.
Aspek
bahasa, Pemahaman
konsep-konsep nilai
5.
Aspek
social, Menjalin relasi,
kerjasama, melatih kematangan social dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa/masyarakat.
6.
Aspek
spiritual, Menyadari
keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat Agung (transcendental)
7.
Aspek
ekologis, Memahami
pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana
8.
Aspek
nilai-nilai/moral, Menghayati
nilai-nilai moral yang diwariskan dari
generasi
terdahulu kepada generasi selanjutnya
D.
Peran Permainan Tradisional
terhadap Kognitif dan Afektif Anak
Permainan
tradisional memberi kesempatan secara luas pada anak untuk mempelajari berbagai
bidang yang tidak diperoleh melalui belajar di sekolah, keluarga dan
masyarakat. Melaui permainan tradisional anak akan memperoleh pengalaman
langsung dari berbagai bidang dalam hal kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Pengalaman langsung dalam domain kognitif melalui permainan tradisional,
permainan dengan menggunakan peraturan sederhana maupun baku. Permainan
tradisional dapat mengembangkan imaginasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif, pemahaman kontekstual. Melalui permainan
tradisional tersebut anak akan bertambah pengetahuan dan pemahaman suatu objek
serta pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dalam arti kecerdasan praktis.
Melalui permainan tradisional anak akan belajar bagaimana untuk menentukan
strategi yang tepat untuk memenangkan permainan misalnya dalam permainan gobak
sodor anak akan mencari celah dan berpikir supaya dapat melewati penjaga dan
menyelesaikan permainan tanpa tersentuh penjaga, hal ini merangsang
perkembangan kognitif anak. Dengan permainan tradisional anak akan bertambah
wawasannya karena setiap daerah pasti memiliki permainan tradisional
masing-masing.
Pengalaman
langsung pada domain afektif dalam aktivitas bermain yaitu pada saat anak-anak
mampu menaati/melaksanakan peraturan yang mereka sepakati atau peraturan
permainan yang baku dengan sukarela, jujur dalam bertindak, fair play,
mampu bekerja sama, dan berperilaku baik.
BAB III
PENUTUP
Dunia anak adalah belajar
seraya bermain. Dengan bermain anak akan kaya akan pengalaman dalam
mengeksplorasi lingkungan dan bersosialisasi dengan teman sebaya, dan hal ini
adalah hal penting sebagai media stimulasi perkembangan mereka.
Berdasarkan pembahasan tentang
permainan tradisional sebagai media atau sarana stimulasi aspek perkembangan
anak, dalam hal ini aspek perkembangan kognitif, dan afektif.
Permainan tradisional
tersebut memiliki nilai kearifan lokal, seperti keberanian, ketangkasan,
keterampilan, kelincahan gerak, berfikir strategis, feeling (naluri) yang
terasah, persahabatan, kerja sama, gotong royong, kasih saying, menghargai
orang lain, sportif, kepatuhan, kesabaran, kehati-hatian, mengukur,
membandingkan, menafsirkan, berfantasi, dan lain sebagainya.
Pengalaman langsung dalam domain kognitif melalui permainan
tradisional, permainan dengan menggunakan peraturan sederhana maupun baku. Permainan
tradisional dapat mengembangkan imaginasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif, pemahaman kontekstual.
Pengalaman
langsung pada domain afektif dalam aktivitas bermain yaitu pada saat anak-anak
mampu menaati/melaksanakan peraturan yang mereka sepakati atau peraturan
permainan yang baku dengan sukarela, jujur dalam bertindak, fair play,
mampu bekerja sama, dan berperilaku baik.
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Bandi Utama. (2012). Pembentukan karakter anak melalui aktivitas
bermain dalam pendidikan jasmani. Yogyakarta: FIK UNY.
Hurlock, Elizabeth H. (1978). Perkembangan anak
jilid 1. Terjemahan. Jakarta:
Erlangga.
Ismatul Khasanah. (2011). Permainan tradisional sebagai media stimulasi
aspek
perkembangan anak usia dini. Jurnal Penelitian PAUDIA.
Mayke S. Tedjasaputra. 2001. Bermain,Mainan,dan
Permainan untuk Pendidikan
Usia Dini. Jakarta: Gramedia.
Sukintaka. (1998). Teori Bermain untuk Pendidkan
Jasmani. Yogyakarta: FPOK
IKIP.
No comments:
Post a Comment