Monday, May 25, 2015

PERKEMBANGAN KOGNISI DAN AFEKSI ANAK MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL



Oleh: Nanda Sulistiyo
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mempengaruhi peserta didik agar mampu mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki agar mampu menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Potensi yang ada dalam diri setiap peserta didik ada yang bersifat positif maupun negative. Potensi mana yang akan berkembang tergantung dari stimulus atau lingkungan yang mempengaruhinya. Oleh sebab itu diciptakanlah suatu lingkungan yang memungkinkan untuk menstimulus potensi-potensi positif yang dimiliki peserta didik agar dapat berkembang dan teraktualisasi dalam tingkah laku yang positif, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik dalam bentuk pendidikan. Hal ini sejalan dengan pengertian pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat , bangsa dan negara.
Seiring berjalannya waktu, kemajuan zaman dan arus globalisasi yang membuat perubahan gaya hidup, mengantarkan anak-anak dan orang tua kurang mengetahui peristiwa-peristiwa masa lampau yang penting dan bermakna. Sebagai contoh, banyak anak-anak yang tidak mengenal permainan tradisional daerah tempat tinggalnya. Tidakkah akan terjadi anak-anak akan lebih mengenal nilai-nilai luar yang datang, daripada nilai-nilai yang telah dimiliki. Apalagi mungkin dikemudian hari nilai-nilai yang datang tersebut tidak sesuai atau malah bertentangan dengan nilai-nilai luhur budaya dan keyakinan sendiri.
Jika digali lebih dalam, ternyata makna di balik nilai-nilai permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan lokal (local wisdom) yang luhur dan sangat sayang jika generasi sekarang kurang peduli karena minimya bahan bacaan atau metode praktis untuk mengajarkan nilai-nilai yang diangkat dari khasanah keanekaragaman suku-suku bangsa di Indonesia. Sekalipun berbeda bahasa dan dipisahkan oleh letak geografis, ternyata hampir sebagian pandangan hidup suku bangsa di Indonesia mengutamakan nilai-nilai gotong royong, tenggang rasa, kesetiakawanan dan senasib sepenanggungan. Tetapi yang menarik perhatian ternyata nilai-nilai budaya yang ditanamkan dari contoh suku-suku yang bertikai seperti meletusnya kerusuhan antar etnik di di lima wilayah, yakni : Sambas (Kalimantan Barat), Sampit (Kalimantan Tengah), Poso (Sulawesi Tengah), Ambon (Maluku), dan Ternate (Maluku Utara) pada tahun 2001, ternyata semuanya menanamkan nilai-nilai yang sama seperti yang disebutkan di atas. Salah satu contoh tradisi Pela Gandong di Ambon, Maluku, yang memiliki nilai cinta persaudaraan dan perdamaian. (sumber : Direktorat Jendral Pendidikan & Kebudayaan).
Nilai-nilai budaya lokal terdapat pada berbagai fenomena budaya masyarakat. Salah satunya ada pada permainan tradisional anak. Permainan tradisional memiliki arti tersendiri dalam menanamkan sikap, perilaku, dan keterampilan pada anak. Ada makna yang luhur yang terkandung di dalamnya, seperti nilai agama, nilai edukatif, norma, dan etika yang kesemuannya itu akan bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat kelak.
Beragam permainan tradisional mengarahkan anak menjadi kuat secara fisik maupun mental, sosial dan emosi, tak mudah menyerah, bereksplorasi, bereksperimen, dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan. Di dalam permainan tradisional yang dilakukan oleh anak, semua kegiatan menjadi bagian penting dan strategis yang akan membangun seluruh potensi yang dimiliki anak secara menyeluruh. Oleh karena kandungan dan manfaat permainan tradisional inilah, aspek kognitif dan afektif anak-anak dapat terbentuk.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Bermain dan Anak
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang bermain dan anak ini, kita akan menelaah dan membedakan istilah-istilah yang akan muncul dalam pembahasan ini seperti bermain (play), mainan (toys), dan permainan (games). Beberapa ahli mendefinisikan makna bermain sebagai pengalaman langsung yang efektif dilakukan anak dengan atau tanpa alat, (Olson, Bruner, Heinich et al, 1996). Bermain merupakan kegiatan spontan, tanpa beban, dan tanpa aturan yang mengikat. Ketika bermain anak bereksplorasi, menemukan sendiri hal yang sangat membanggakannya. Hal ini menjadi sarana yang sangat baik bagi anak untuk mengembangkan diri, baik perkembangan emosi, sosial, fisik maupun intelektualnya. (Dockett, 1996) . Menurut Piaget dan Smilanky (1968), ketika bermain, anak akan berinteraksi secara fisik dengan lingkungan mereka dan mengaktifkan semua panca inderanya. Melalui indera ini, anak belajar berbagai hal.
Sedangkan yang dimaksud mainan (toys) adalah semua alat permainan yang digunakan oleh anak untuk memenuhi naluri bermainnya. Alat permainan atau mainan berfungsi untuk mengenal lingkungan dan membimbing anak untuk mengenali kekuatan maupun kelemahan dirinya. Terdapat juga alat bermain untuk tujuan pendidikan, yang biasa disebut APE (alat permainan edukatif). Biasanya alat-alat ini bersifat multiguna sekalipun masing-masing memiliki kekhususan dalam mengembangkan aspek perkembangan anak. Alat-bermain ini dirancang khusus sehingga memiliki nilai dan nuansa pembentukan konsep pola pikir anak dan bermanfaat membantu tumbuh kembang potensi anak secara optimal.
Sementara permainan atau yang lebih populer disebut games, adalah situasi bermain yang terkait dengan beberapa aturan atau tujuan tertentu. Ada rule of games yang disepakati bersama dan ditentukan dari luar untuk melakukan kegiatan dalam tindakan yang bertujuan. (Bettelheim, dalam Hurlock, 1978). Mayke S. Tedjasaputra (2001), mengelompokan permainan ini dalam kelompok kegiatan bermain aktif, dimana kegiatan ini memberikan kesenangan dan kepuasan pada anak melalui aktivitas yang mereka lakukan sendiri. Kegiatan ini banyak melibatkan aktifitas tubuh atau gerak-gerakan tubuh.
Batasan mengenai bermain sangat luas dan sulit untuk menemukan pengertian bermain secara nyata dan tepat dalam arti satu batasan dapat mencakup seluruh pengertian bermain. Sehingga perlu melihat beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai batasan bermain walaupun belum satu bahasa tetapi dapat sebagai acuan untuk memberi pengertian bermain dalam pendidikan jasmani pada khususnya. Adapun pendapat para ahli mengenai pengertian bermain adalah sebagai berikut: James Sully dalam Tedjasaputra (2001) menyatakan bahwa tertawa adalah tanda dari kegiatan bermain dan tertawa ada di dalam aktivitas sosial yang dilakukan bersama sekelompok teman, yang penting dan perlu ada di dalam kegiatan bermain adalah rasa senang yang ditandai oleh tertawa. Soemitro (1991) menyatakan bahwa bermain adalah belajar menyesuikan diri dengan keadaan.
Sehingga Sukintaka (1998) menyatakan bermain adalah aktivitas jasmani yang dilakukan dengan sukarela dan bersungguh-sungguh untuk memperoleh rasa senang dari melakukan aktivitas tersebut. Hurlock (1978:320) menyatakan bahwa bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara sukarela dan dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban. Sedang
Piaget dalam Hurlock (1978) menjelaskan bahwa bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional. Sedang Drijarkara dalam Sukintaka (1998) menyatakan bahwa bermain adalah gejala manusia yang merupakan aktivitas dinamika manusia yang dibudayakan. Selanjutnya Drijarkara menyatakan bahwa dalam bermain bukan hanya merupakan aktivitas jasmani saja tetapi juga menyangkut fantasi, logika, dan bahasa. Sehingga dalam bermain dibutuhkan keterpaduan antara fisik dalam hal ini aktivitas jasmani dan psikis yaitu logika, persepsi, asumsi, emosi, keberanian, kecerdasan dan lain-lain. Menurut Drijarkara dalam bermain harus ada dua watak yaitu eros dan agon. Eros dalam arti bahwa bermain hendaknya didasari rasa senang/cinta terhadap komponen yang ada dalam bermain itu sendiri seperti teman bermain, sarana dan prasarana bermain, waktu bermain, situasi bermain dan sebagainya. Sedang agon berarti perjuangan untuk mengalahkan segala tantangan/kesulitan/hambatan atau permasalahan dalam bermain.
Bermain tidak lepas dari gerak sehingga gerak adalah kehidupan dan apabila gerak tersebut berhenti maka kehidupannya pun akan berakhir. Dengan demikian sejalan dengan pendidikan jasmani di Sekolah Dasar, yang dimana dijelaskan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004 : 6) sebagai berikut:
1.      Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerja sama, percaya diri dan demokratis melalui akivitas jasmani.
2.      Mengembangkan kemampuan gerak dan ketrampilan berbagai macam permainan dan olahraga.
3.      Mengembangkan ketrampilan pengelolaan diri dalam upaya mengembangkan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani.
Bermain dapat diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang sederhana dan menyenangkan. Bermain adalah kegiatan yang paling disenangi oleh anak-anak. Biasanya bermain adalah penyaluran rasa tertekan yang didapat anak dari rumah jadi sebaiknya bermain itu tertata dengan baik sehingga dapat mempunyai manfaat yang banyak.
Kalau kita lihat bermain itu adalah kegiatan yang digunakan oleh anak untuk meluaphan ekpresi, pelampiasan ketegangan dan menirukan peran orang yang ia kagumi atau yang ia jadikan guru. Jadi dengan kata lain bermain itu aktivitas yang penuh dengan nuansa keriangan yang memilki tujuan yang melekat didalamnya untuk kegembiraan dan kesenangan. Menurut Rusli Lutan (2001 : 31) yang memaparkan karakteristik ” bermain sebagai akti vitas yang dilakukan seeara bebas dan sukarela”. Beimain itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu kesungguhan dan bersama itu pula kita melihat kesanggupan yang menyerap kosentrasi dan tenaga mereka saat melakukan aktivitas bermain itu sendiri. Jadi dengan demikian dapat kita ambil kesimpulan bahwa bermain merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh tetapi bermain bukan merupakan kesungguhan.
Ada berapa keuntungan yang diperoleh dari aktifitas bermain itu bagi anak-anal diantaranya adalah :
1.      Menambah ekstra energi,
2.      Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh seperti tulang, otot, dan organ-organ lainnya,
3.      Dapat meningkatkan nafsu makan anak tersebut,
4.      Berkembangnya berbagai ketrampilan yang berguna bagi hidupnya,
5.      Anak dapat mengontol diri,
6.      Raenemukan arti benda-benda yang terdapat di sekelilingnya,
7.      Kesempatan dapat menerima kemenangan dan kekalahan dengan sikap lapang dada,
8.      Kesempatan untuk bergaul dengan teman-temannya,
9.      Merupakan cara untuk mengatasi kemarahan, iri hati, kecewa dan kedukaan.
Selanjutnya Hurlock (1978:323) menyatakan mengenai pengaruh bermain lam dunia anak bahwa bermain mempunyai pengaruh dalam perkembangan anak, pengaruh tersebut antara lain: dorongan berkomunikasi, penyaluran bagi energi emosional yang terpendam, sumber belajar, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standard moral.
1.      Dorongan Berkomunikasi
Melalui aktivitas bermain mendorong anak untuk belajar membangun komunikasi antara anak agar terjadi suatu bentuk aktivitas yang mengalir dan menyenangkan dalam permainan tersebut. Komunikasi dalam bermain adalah terjadinya persamaan pendapat mengenai suatu objek atau makna dalam permainan tersebut. Bentuk komunikasi dalam bermain dapat komunikasi lisan, tertulis maupun isyarat. Melelui bermain mempermudah anak untuk berkomunikasi antar mereka hal ini terjadi karena adanya dorongan yang kuat untuk memahami konsep bersama atau individu-individu. Sebagai contoh anak-anak dari berbagai sudut daerah berkumpul di tempat mungkin di rumah kakeknya atau taman bermain, anak-anak tersebut hanya mengetahui bahasa ibu masing-masing tetapi melalui bermain kelereng atau jenis lainnya mereka mampu memahami peraturan bermain melalui komunikasi yang mereka bangun. Hal ini menunjukkan bahwa melalui bermain anak belajar kmunikasi yang pada akhirnya mampu berkomunikasi melalui aktivitas bermain tersebut.
2.      Penyaluran bagi Energi Emosional yang Terpendam
Bermain merupakan media penyaluran ketegangan-ketegangan ataupun energi potensial yang disebabkan oleh pembatasan lingkungan terhadap perilaku hidup mereka. Melalui bermain energi yang tersimpan atau emosi anak akan dapat dikeluarkan dengan lancar tanpa mengalami hambatan apapun, anak dalam bermain akan mengeluarkan apa saja yang menjadi tekanan/hambatan dengan bebas seperi berteriak keras-keras di lapangan, menendang bola sekuat tenaga, atau memukul bola dengan sekeras-kerasnya, sehingga memudahkan untuk membuat keseimbangan psikis yangs dapat mengembalikan berperilaku anak normal kembali. Selain itu melalui aktivitas bermain tersebut membawa anak mampu untuk melatih dan mengelola emosi yang pasti timbul dalam kegiatan bermain.
3.      Sumber Belajar
Bermain memberi kesempatan secara luas pada anak untuk mempelajari berbagai bidang yang tidak diperoleh melalui belajar di sekolah, keluarga dan masyarakat. Melaui bermain anak akan memperoleh pengalaman langsung dari berbagai bidang dalam hal kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pengalaman langsung dalam domain kognitif melalui bermain tebak-menebak, teka-teki, video games/play station, ular tangga, permainan dengan menggunakan peraturan sederhana maupun baku. Melalui bermain tersebut anak akan bertambah pengetahuan dan pemahaman suatu objek serta pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dalam arti kecerdasan praktis. Pengalaman langsung pada domain afektif dalam aktivitas bermain yaitu pada saat anakanak mampu menaati/melaksanakan peraturan yang mereka sepakati atau peraturan permainan yang baku dengan sukarela, jujur dalam bertindak, fair play, mampu bekerja sama, dan berperilaku baik. Sedang pengalaman langsung dalam domain psikomotor adalah pada saat anak-anak aktif melakukan kegiatan dalam permainan tersebut seperti berlari, melempar, menangkap, menendang, memukul, berguling, melompat, meloncat, merayap, memutar, menyelam, mengapung, berenang, bergoyang, mendorong, menarik, bertepuk tangan, dan sebagainya dengan berbagai variasi geraknya.
4.      Perkembangan Wawasan Diri
Bermain merupakan cermin dalam kehidupan anak-anak. Melalui bermain anak mampu melihat dirinya sendiri karena ada tolok ukur atau pembanding yaitu teman atau lawan bermainnya, sehingga mereka mengetahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang seperti fisik, psikis, dan sosial. Melalui bermain anak-anak mengetahui tingkat kemampuannya. Misalnya si A lebih cepat dalam berlari dari pada si B, atau si C lebih pandai dari pada si B, dan si B lebih kuat dari pada si A, dan sebagainya. Hal ini memungkinkan anak-anak tersebut untuk mengembangkan konsep dirinya dengan lebih pasti dan nyata.
5.      Belajar Bermasyarakat
Bermain juga dapat diartikan pusat kegiatan “masyarakat” bagi anak-anak. Dalam kehidupan bermsyarakat dipastikan ada komunikasi, hubungan sosial, nilai kerjasama, saling menolong, ada aturan yang harus ditaati, ada tujuan bersama yang ingin dicapai, saling menghormati, saling percaya, ada rasa senang, cinta, kebersamaan, kerukunan, dan kedamaian. Melalui aktivitas bermain anak akan belajar bermasyarakat dengan cara berkomunikasi dengan orang lain, belajar menghormati, mempercayai, belajar menaati aturan, kebersamaan dan kerjasama. Jika anak-anak sudah terbiasa dengan menaati aturan, kerjasama, saling menolong dan berkomunikasi dengan orang lain dalam setiap kesempatan bermain maka dapat diduga kebiasaan ini akan dibawa dalam kehidupan yang akan datang sehingga hidup bermsyarakat yang sesungguhnya dapat terwujud.
6.      Standard Moral
Bermain juga dapat sebagai standard moral yang berarti melalui bermain dapat dilihat baik buruknya sikap atau tingkah laku anak pada saat bermain. Dalam aktivitas bermain anakanak bebas mengekspresikan segala kemampuan yang dimilikinya secara bebas dalam hal sikap, tingkah laku maupun tutur kata, sehingga anak yang mempunyai kebiasan bertingkahlaku baik atau buruk akan tampak dalam kegiatan bermain tersebut. Selain itu anak-anak pasti sudah belajar di keluarga maupun di sekolah mengenai hal yang baik dan buruk serta penerapannya, tetapi pelaksanaan standard moral paling teguh ada dalam aktivitas bermain.
7.      Perkembangan Aspek Fisik Motorik Anak Melalui Bermain
Pada saat anak bermain, fisik motorik anak melakukan kegiatan yang dapat merangsang perkembangan motorik halus dan motorik kasar. Anak juga mendapatkan sistem keseimbangan, misalnya pada saat anak melompat, atau berayun. Anak juga berkesempatan untuk melihat dari jarak jauh yang melibatkan koordinasi tangan dan mata. Bermain juga membuat anak merasa percaya diri, aman, yakin secara fisik.
8.      Perkembangan Aspek Kognitif Anak Melalui Bermain
Bermain adalah media penting dalam proses berfikir dalam memberikan pengalaman berinteraksi dengan lingkungan. Anak akan terlatih menghadapi dan menciptakan situasi yang nyata melalui percobaan dan perencanaan. Pada saat anak membuat aturan bersama dengan temannya, maka pada saat itulah anak membangun pikiran abstraknya, sehingga anak akan mendapatkan ide-ide yang lebih kreativ. Dengan pengalaman pada saat bermain, anak juga akan membangun daya ingat mereka secara tajam. Hal ini pula akan mendorong terhadap perkembangan bahasa untul selanjutnya.
9.      Perkembangan Aspek Bahasa Anak Melalui Bermain
Anak memperoleh bahasa dengan berbagai cara yaitu dengan meniru, menyimak, mengekspresikan, dan juga melalui bermain. Pada saat bermain, anak menggunakan bahasanya dan mengkomunikasikan bahasanya secara efektif dengan orang lain. Anak akan menggunakan bahasanya untuk berkomunikasi dengan temannya ataupun sekedar menyatakan pikirannya, dan secara langsung pada saat itulah anak akan belajar bahasa. Interaksi anak dengan lingkungan sekitar pada saat bermain, membantu anak memperluas kosa kata dan memperoleh tata bahasa dalam penggunaannya secara tepat.
10.  Perkembangan Aspek Sosial Anak Melalui Bermain
Kegiatan sosialisasi anak ketika bermain, anak akan berinterksi dengan orang lain, baik teman sebaya, orang dewasa, atau lingkungan. Pada saat itulah anak berkesempatan mengenal aturan sosial dan mempraktekkannya dalam interaksinya. Hal ini akan mendorong anak belajar menghadapi perasaan-perasaan dan perilaku teman mainnya. Mereka akan belajar berunding, menyelesaikan konflik, dan bahkan berkompetisi. Intinya, pada saat mereka bermain, mereka akan belajar hidup berdampingan dengan orang lain, dan mendorong munculnya persahabatan dengan teman sebaya.
11.  Perkembangan Aspek Emosional Anak Melalui Bermain
Bermain merupakan media ekspresi persaan dan ide-ide anak. Anak akan belajar menghadapi kehidupan nyata, dan mengatur emosi perasaanya pada saat bermain. Hal ini akan mendorong anak untuk memahami diri sendiri (self awareness).
B.     Permainan tradisional
Traditional game is a game that is passed to one generation to another in a particular culture. one game should undergo the test of time and its generation. One that survives will be passed for a long tim (Seagoe,1971 in Hurlock, 1978: 322). Permainan tradisional Indonesia adalah permainan masyarakat yang dimainkan secara bersama-sama oleh masyarakat setempat yang berfungsi sebagai alat hiburan dan alat untuk memelihara tradisi. Permainan tradisional adalah bentuk kegiatan permainan dan atau olahraga yang berkembang dari suatu kebiasaan masyarakat tertentu.
Pada perkembangan selanjutnya permainan tradisional sering dijadikan sebagai jenis permainan yang memiliki ciri kedaerahan asli serta disesuaikan dengan tradisi budaya setempat. Kegiatannya dilakukan baik secara rutin maupun sekali-kali dengan maksud untuk mencari hiburan dan mengisi waktu luang setelah terlepas dari aktivitas rutin seperti bekerja mencari nafkah, sekolah, dsb. Dalam pelaksanaannya permainan tradisional dapat memasukkan unsur-unsur permainan rakyat dan permainan anak ke dalamnya. Bahkan mungkin juga dengan memasukkan kegiatan yang mengandung unsur seni seperti yang lajim disebut sebagai seni tradisional
 Permainan Tradisional merupakan kekayaan budaya bangsa yang mempunyai nilai-nilai luhur untuk dapat diwariskan kepada anak-anak sebagai generasi penerus. Permainan anak tradisional merupakan permainan yang mengandung wisdom (Suseno, 1999), memberikan manfaat untuk perkembangan anak (Iswinarti, 2005), merupakan kekayaan budaya bangsa (Sedyawati, 1999), dan refleksi budaya dan tumbuh kembang anak (Krisdyatmiko, 1999). Hasil kajian yang dilakukan oleh peneliti (Iswinarti, Simposium Nasional, 2005) bahwa permainan anak tradisional mempunyai hubungan yang erat dengan perkembangan intelektual, sosial, emosi, dan kepribadian anak.
Permainan tradisional anak-anak adalah salah satu genre atau bentuk folklore yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau ciri dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan kadang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama. Jika dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan (James Danandjaja, 1987) Sedangkan menurut Atik Soepandi, Skar dan kawan-kawan (1985-1986), yang disebut permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional ialah segala apa yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati.
Permainan tradisional adalah salah satu wujud atau bentuk kebudayaan. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, Ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, yang juga memuat segala pernyataan intelektual dan seni yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Sementara definisi budaya sendiri berasal dari akar kata buddhaya, yang diambil dari bahasa Sansekerta, yang berdasarkan kata bud yang kita kenal pula sebagai kata budi dalam bahasa Indonesia. Jadi budaya merupakan semua aspek ungkapan ekspresif insane manusia yang diwujudkan pada alam sekitarnya. Hal ini bisa secara fisik maupun mental. Kata budaya bisa berarti :
1.      Pikiran, akal budi, konsep
2.      Adat istiadat
3.      Segala sesuatu ungkapan manusia
4.      Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit diubah
5.      Manifestasi tradisi seni, pakaian daerah, bahasa daerah
            Wujud atau bentuk kebudayaan sebagai pendukung nilai hidup/kehidupan itu paling sedikit ada tiga macam, yaitu: (a) Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, pemikiran-pemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan sebagainya yang semua itu mencerminkan alam pikiran yang memancarkan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat pendukungnya; (b) Sebagai suatu kompleks aktivitas/perilaku manusia dalam masyarakat yang sudah berpola, yang semua itu menunjukkan adanya suatu nilai yang dipegangnya; (c) Benda-benda hasil karya manusia dari suatu masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan kebudayaan Indonesia secara sempit dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal yang telah ada sebelum terbentuknya nation Indonesia pada tahun 1945. Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia adalah merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.
            Permainan tradisional ini bisa dikategorikan dalam tiga golongan, permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat eduktif. Permainan tradisional yang bersifat rekreatif pada umumnya dilakukan untuk mengisi waktu senggang. Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki ciri-ciri : terorganisir, bersifat kompetitif, dimainkan oleh paling sedikit 2 orang, mempunyai criteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah, serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh pesertanya. Sedangkan permainan tradisional yang bersifat edukatif, terdapat unsur-unsur pendidikan di dalamnya. Melalui permainan seperti ini anakanak diperkenalkan dengan berbagai macam keterampilan dan kecakapan yang nantinya akan mereka perlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai anggota masyarakat. Inilah salah satu bentuk pendidikan yang bersifat non-formal di dalam masyarakat. Permainan-permainan jenis ini menjadi alat sosialisasi untuk anak-anak agar mereka dapat menyesuaikan diri sebagai anggota kelompok sosialnya.Dari data-data yang berhasil dihimpun dari Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, di tiap daerah (wilayah propinsi & kabupaten), terdapat 20 hingga 30 jenis permainan tradisional yang berhasil terdata salah satu contoh permainan tradisional adalah gobak sodor.
Gobak sodor merupakan salah satu jenis permainan rakyat yang sangat populer di kalangan masyarakat jawa. Kata gobak sodor berasal dari kata gobak yang berarti bergerak dengan bebas dan sodor yang berarti tombak tanpa mata tombak tajam. Sodor yang dimaksud dalam permainan ini adalah penjaga garis sumbu atau garis sodor yang membagi lapangan atau arena permainan menjadi dua. Sedang garis sodor merupakan lalu lintas si sodor untuk mempersempit ruang gerak para pemain yang sedang mentas sehingga mudah menyentuhnya. Lawan yang sudah tersentuh oleh sodor dianggap mati. Karena permainan gobak sodor merupakan permainan kelompok, maka apabila mati satu berarti mati semua karena tidak ada sistem menggantikan.
Permainan gobag sodor adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup. Cara melakukan permainan ini yaitu dengan membuat garis-garis penjagaan dengan kapur berbentuk kotak-kotak. Gobag sodor terdiri dari dua tim, satu tim terdiri dari tiga orang atau lebih. Aturan mainnya adalah mencegah lawan agar tidak bisa lolos ke baris terakhir secara bolak-balik. Untuk menentukan siapa yang juara adalah seluruh anggota tim harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan. Anggota tim yang mendapat giliran “jaga” akan menjaga lapangan, caranya yang dijaga adalah garis horisontal dan ada juga yang menjaga garis batas vertikal. Untuk penjaga garis horisontal tugasnya adalah berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi seorang yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal maka tugasnya adalah menjaga keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. (www. permata-nusantara.blogspot.com).
C.     Peran Permainan Tradisional
            Permainan Tradisional yang ada di berbagai belahan nusantara ini dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti :
1.      Aspek motorik,Melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, motorik halus.
2.      Aspek kognitif, Mengembangkan imaginasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif, pemahaman kontekstual.
3.      Aspek emosi, Katarsis emosional, mengasah empati, pengendalian diri
4.      Aspek bahasa, Pemahaman konsep-konsep nilai
5.      Aspek social, Menjalin relasi, kerjasama, melatih kematangan social dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa/masyarakat.
6.      Aspek spiritual, Menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat Agung (transcendental)
7.      Aspek ekologis, Memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana
8.      Aspek nilai-nilai/moral, Menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari
generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya
D.    Peran Permainan Tradisional terhadap Kognitif dan Afektif Anak
Permainan tradisional memberi kesempatan secara luas pada anak untuk mempelajari berbagai bidang yang tidak diperoleh melalui belajar di sekolah, keluarga dan masyarakat. Melaui permainan tradisional anak akan memperoleh pengalaman langsung dari berbagai bidang dalam hal kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pengalaman langsung dalam domain kognitif melalui permainan tradisional, permainan dengan menggunakan peraturan sederhana maupun baku. Permainan tradisional dapat mengembangkan imaginasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif, pemahaman kontekstual. Melalui permainan tradisional tersebut anak akan bertambah pengetahuan dan pemahaman suatu objek serta pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dalam arti kecerdasan praktis. Melalui permainan tradisional anak akan belajar bagaimana untuk menentukan strategi yang tepat untuk memenangkan permainan misalnya dalam permainan gobak sodor anak akan mencari celah dan berpikir supaya dapat melewati penjaga dan menyelesaikan permainan tanpa tersentuh penjaga, hal ini merangsang perkembangan kognitif anak. Dengan permainan tradisional anak akan bertambah wawasannya karena setiap daerah pasti memiliki permainan tradisional masing-masing.
Pengalaman langsung pada domain afektif dalam aktivitas bermain yaitu pada saat anak-anak mampu menaati/melaksanakan peraturan yang mereka sepakati atau peraturan permainan yang baku dengan sukarela, jujur dalam bertindak, fair play, mampu bekerja sama, dan berperilaku baik.

















BAB III
PENUTUP

Dunia anak adalah belajar seraya bermain. Dengan bermain anak akan kaya akan pengalaman dalam mengeksplorasi lingkungan dan bersosialisasi dengan teman sebaya, dan hal ini adalah hal penting sebagai media stimulasi perkembangan mereka.
Berdasarkan pembahasan tentang permainan tradisional sebagai media atau sarana stimulasi aspek perkembangan anak, dalam hal ini aspek perkembangan kognitif, dan afektif.
Permainan tradisional tersebut memiliki nilai kearifan lokal, seperti keberanian, ketangkasan, keterampilan, kelincahan gerak, berfikir strategis, feeling (naluri) yang terasah, persahabatan, kerja sama, gotong royong, kasih saying, menghargai orang lain, sportif, kepatuhan, kesabaran, kehati-hatian, mengukur, membandingkan, menafsirkan, berfantasi, dan lain sebagainya.
Pengalaman langsung dalam domain kognitif melalui permainan tradisional, permainan dengan menggunakan peraturan sederhana maupun baku. Permainan tradisional dapat mengembangkan imaginasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif, pemahaman kontekstual.
Pengalaman langsung pada domain afektif dalam aktivitas bermain yaitu pada saat anak-anak mampu menaati/melaksanakan peraturan yang mereka sepakati atau peraturan permainan yang baku dengan sukarela, jujur dalam bertindak, fair play, mampu bekerja sama, dan berperilaku baik.










DAFTAR PUSTAKA


A.M. Bandi Utama. (2012). Pembentukan karakter anak melalui aktivitas
bermain dalam pendidikan jasmani. Yogyakarta: FIK UNY.

Hurlock, Elizabeth H. (1978). Perkembangan anak jilid 1. Terjemahan. Jakarta:
Erlangga.

Ismatul Khasanah. (2011). Permainan tradisional sebagai media stimulasi aspek
perkembangan anak usia dini. Jurnal Penelitian PAUDIA.

Mayke S. Tedjasaputra. 2001. Bermain,Mainan,dan Permainan untuk Pendidikan
Usia Dini. Jakarta: Gramedia.

Sukintaka. (1998). Teori Bermain untuk Pendidkan Jasmani. Yogyakarta: FPOK
IKIP.

No comments:

Post a Comment